Jalur layang LRT Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi.
EkBis

Biaya LRT JK Bilang Rp500 M, Adhi Karya: Rp673M per Km

EksNews | PT Adhi Karya Tbk (ADHI) menyebutkan pembangunan kereta ringan (light rail transit/LRT) menghabiskan dana Rp 673 miliar/kilometer. Angka itu adalah total dana yang digunakan untuk Pembangunan sarana dan prasarana transportasi masal sepanjang 44,53 kilometer ini.

Direktur Operasional II Adhi Karya Pundjung Setia Brata mengatakan nilai pembangunan yang sebesar Rp 673 miliar/kilometer ini disebut cukup kompetitif, dibangun dengan skema elevated (jalur layang) yang dinilai lebih murah ketimbang skema lain.

“Per kilometer itu [Rp 673 miliar], kita cukup kompetitif ketimbang proyek lain yang sejenis,” kata Pundjung di Pabrik Precast LRT Pancoran, Jakarta, Senin (14/1).

Pada pekan sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengkritik pembangunan lintasan kereta ringan (light rail transit/LRT) lantaran proyek ini memakan dana cukup besar dan tidak efisien. Proyek yang mengarah ke wilayah di luar kota ini dinilai tidak mendesak dibuat dengan model melayang atau elevated, tapi bersisian dengan jalan tol.

“Bangun LRT ke arah Bogor dengan elevated. Ya buat apa elevated kalau hanya berada di samping jalan tol. Dan biasanya itu tidak dibangun bersebelahan dengan jalan tol, harus terpisah,” kata dia di stana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 11/1/19.

Dia menilai, pembangunan dengan skema elevated ini tak cocok untuk pembangunan ke arah luar kota karena ketersediaan lahannya yang masih banyak ketimbang di dalam kota. Selain itu, model ini dinilai juga memakan biaya kontruksi yang sangat mahal mencapai Rp 500 miliar/kilometer sehingga dinilai tak efisien dan membuat waktu pengembalian modal yang lebih lama.

Rupanya, Adhi Karya mengakui biaya per km ternyata lebih tinggi dari Rp600 miliar. Jumlah tersebut sudah mencakup biaya untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) dan biaya operasional (operational expenditure/opex).

Namun sebagai perbandingan, untuk jenis pembangunan sejenis di Manila, Filipina biayanya mencapai Rp 904 miliar/km, Malaysia sebesar Rp 807 miliar/km dan Pakistan Rp 797 miliar/km. Lalu, di Dubai diperkirakan senilai Rp 1,02 triliun/km, lalu Kanada dan Amerika Serikat masing-masing menelan dana Rp 2,19 triliun dan Rp 688 miliar/km.

Sedangkan pemilihan pembangunan secara melayang (elevated) ini dipilih karena model tersebut dinilai paling cocok untuk dilakukan di wilayah Jakarta. “Kita sudah menghadapi situasi Jakarta sebagai kota yang berkembang, makanya infrastruktur sudah dibangun melayang,” kata Pundjung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.