EksNews | Kisruh kenaikan tarif kargo antara pengusaha jasa pengiriman dan operator penerbangan berujung boikot sementara pengiriman kargo melalui udara selama tiga hari beturut-turut. Aksi boikot berlangsung mulai Kamis, 7 Februari 2019 hingga Sabtu, 9 Februari 2019.
“Ini saya perlu tegaskan dulu bahwa Asperindo dalam hal ini juga harus membantu anggotanya bertahan dengan mencari moda transportasi lain,” ujar Ketua Umum Asperindo Mohammad Feriadi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 6 Februari 2019. Kesepakatan perusahaan-perusahaan logistik itu dipicu oleh tingginya tarif angkutan kargo yang dikenakan maskapai.
Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia atau Asperindo sudah mengancam penghentian pengiriman kargo menggunakan pesawat sebagai protes atas kenaikan tarif kargo yang dikenakan maskapai. Sekretaris Jenderal Asperindo, Amir Syarifudin, mengatakan, rencana menghentikan pengiriman kargo menggunakan pesawat tersebut akan dilakukan sebelum asosiasi melayangkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya asosiasi juga telah mengirimkan surat serupa ke Kemenko Perekonomian, instansi terkait, dan maskapai tetapi tidak mendapatkan tanggapan. “Jika Bapak Presiden tidak memberikan perhatian, maka kami akan berupaya maksimal dengan melakukan aksi nyata berupa melakukan stop pengiriman via kargo udara di tanggal dan jangka waktu yang belum ditentukan. Tentunya, dengan berbagai pertimbangan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Amir Syarifudin seperti dilansir Antaranews.com, Kamis (17/1/2019).
Amir mengatakan, asosiasi telah menggelar rapat pleno akbar pada Senin (14/1/2019) untuk menyerap aspirasi anggota termasuk dampak kenaikan tarif kargo udara di perwakilan daerah. Dia bilang kenaikan tarif kargo udara sudah memberatkan perusahaan anggota asosiasi dari segi biaya operasional. Kenaikan tertinggi mencapai 330 persen seperti yang terjadi di Sumatera Utara.
“Logistik saat ini bukan hanya terkait jalur laut dan darat, tapi juga udara. Pihak yang terdampak dari kenaikan tarif kargo udara ini, bukan hanya para anggota kami sebagai perusahaan jasa pengiriman ekspres dengan konsumennya yang termasuk para UKM dan pelaku e-commerce, tapi juga industri dengan komoditas berupa perishable goods (barang mudah rusak),” kata Amir.
Industri yang membutuhkan pendistribusian cepat tersebut, seperti industri hasil laut dan pertanian, berperan besar terhadap perekonomian, sehingga perlu mendapatkan perhatian. “Jadi, seluruh langkah yang kami jalankan juga sebagai dukungan nyata terhadap seluruh pelaku UKM, e-commerce, dan industri yang bergantung pada pengiriman via jalur udara,” katanya.
Sedangkan VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan berujar maskapai terpaksa menyesuaikan harga. Alasannya, harga lama dinilai sudah tidak menutupi biaya operasional penerbangan.
“Jadi kami harus membuat perubahan. Tapi kami tetap menimbang kemampuan pasar,” ujarnya.
Toh Feriadi juga mengeluhkan maskapai yang menaikkan tarif dengan pemberitahuan yang sangat singkat. Padahal, idealnya apabila mau menyesuaikan tarif, provider mesti memberitahu para penggunanya sekurang-kurangnya satu bulan sebelumnya. “Best practice di luar negeri sangat baik dan berpola.”
Ke depannya, Feriadi berharap perusahaan maskapai mau duduk bersama para anggota asosiasinya untuk membicarakan besaran tarif tersebut. Untuk itu, ia meminta pemerintah untuk memfasilitasi dan memediasi agar pertemuan itu berbuah hasil yang saling menguntungkan.
“Sekarang belum ada pertemuan dengan maskapai, saya juga mendapatkan informasi kenaikan tarif ini tanpa dijelaskan aoa latar belakangnya,” kata dia.
Di sisi regulator, Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti berencana segera bertemu lagi dengan para pemangku kepentingan. Sebeluumnya telah dilakukan langkah awal dengan menggelar pertemuan dengan stakelholder terkait (Badan Usaha Angkutan Udara, Angkasa Pura I dan II, Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia) pada 23 Januari 2019.
“Kami telah melakukan observasi pelayanan kargo 31 Januari-1 Februari 2019 di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang,” ungkap Polana di Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019. Namun, kata Bu Dirjen, instansinya tidak mengatur tarif kargo sebagaimana digariskan oleh UU Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 128 ayat (1).
Inti regulasi itu, tarif penumpang pelayanan non-ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan kargo berjadwal dalam negeri ditentukan berdasarkan mekanisme pasar dan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan.
“Sebagai regulator, kami tidak mengatur tarif kargo, tapi segera menanggapi keluhan masyarakat terkait kargo udara. Besok kami kembali mengundang para Badan Usaha Angkutan Udara, AP I dan AP II, Asperindo dan ALFI untuk mencari solusi terkait masalah tarif kargo udara tersebut,” ungkapnya.
Dia juga mengimbau kepada Badan Usaha Angkutan Udara untuk bersepakat dengan pengguna jasa kargo udara terkait tarif kargo untuk kemaslahatan bersama.