EksNews | Para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah rumah kediaman Direktur Utama Jasa Marga, Desi Aryani. Penggeledahan ini terkait penyidikan kasus dugaan korupsi atas 14 proyek yang digarap PT Waskita Karya, tempat Desi sebelumnya menjadi Direktur Operasi I.
Selain kediaman Desi, terdapat dua rumah lainnya yang juga digeledah penyidik. Kedua rumah yang berada di kawasan Makasar, Jakarta Timur itu diketahui milik pensiunan PNS Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Hasil rangkaian penggeledahan pada Senin, 11 Februari dan Selasa, 12 Februari 2019 berlangsung di tiga lokasi itu, penyidik menyita sejumlah dokumen penting terkait kasus dugaan korupsi proyek-proyek yang digarap Waskita Karya.
“Dari penggeledahan tersebut disita sejumlah dokumen untuk kebutuhan pembuktian dugaan kontraktor fiktif di sejumlah proyek yang dikerjakan PT. Waskita Karya,” ungkap Juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa, 12 Februari 2019.
Dia bilang, penggeledahan dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan bagi tersangka Fathor Rahman. Sebelumnya KPK menjerat Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011-2013, Fathor Rachman dan Kabag Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 Yuly Ariandi Siregar.
Kedua pejabat Waskita Karya tersebut diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, terkait proyek fiktif pada BUMN. Sedikitnya, ada 14 proyek infrastruktur yang tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua, yang berada dalam bundel kasus ini.
Fathor dan Ariandi diduga telah menunjuk empat perusahaan sub kontraktor untuk mengerjakan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan Waskita Karya. Empat perusahaan sub kontraktor itu tidak mengerjakan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak, namun BUMN karya ini tetap melakukan pembayaran.
Selanjutnya, perusahaan-perusahan sub-kontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi. Diduga, telah terjadi kerugian keuangan negara sekira Rp186 miliar.
Perhitungan kerugian keuangan menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan sub kontraktor pekerjaan fiktif. Atas perbuatannya, dua pejabat PT Waskita Karya itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199c9 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. ~Abus Tarbian