EksNews | Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri mengakui telah menerbitkan sekitar 1.600 e-KTP atau KTP elektronik untuk 1.600 Warga Negara Asing sejak 2014. Direktur Jenderal Dukcapil Zudan Arif Fakhrulloh mengakui pula e-KTP milik WNA itu berpotensi masuk daftar pemilih tetap, apabila KPU tidak cermat memasukkan informasi ke pusat data pemilih.
“Terdapat 1.600 KTP WNA di seluruh Indonesia. Empat provinsi yang paling banyak mengeluarkan adalah Bali, Jabar, Jateng, Jatim,” ungkap Direktur Jenderal Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu, 27/2/19. Dia bilang, agar tidak terjadi salah input, Komisi Pemilihan Umum (KPU) optimal menggunakan database kependudukan Dukcapil, tidak input manual satu-satu.
Kemendagri menggelar jumpa pers untuk menanggapi pemberitaan bahwa seorang WNA asal Cina yang memiliki e-KTP dengan domisili di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Informasi ini kemudian menimbulkan pro-kontra di masyarakat, terlebih beredar pula isu tentang WNA asal Cina itu tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Masalah lain, bagaimana ketentuan e-KTP untuk WNA? Menurut Dirjen Zudan, setiap WNA yang memegang izin tinggal tetap di Indonesia wajib memiliki e-KTP.
Landasan hukumnya, kata Zudan, pasal 63 dan 64 pada UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang disahkan DPR di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, sambungnya, meski memiliki e-KTP, WNA pemegangnya tidak memiliki hak pilih dalam pemilu, seperti tertuang dalam UU 7/2017 tentang Pemilu.
Pernyataan Zudan ini keluar setelah KPU Cianjur, awal pekan ini, mengakui keliru memasukkan NIK seorang WNI bernama Bahar ke pusat data daftar pemilih tetap (DPT). Dalam data milik Bahar, KPU Cianjur justru memasukkan NIK e-KTP milik Gouhui Chen, warga negara Cina.
Kemdagri ‘siap menyisir’ NIK milik WNA
Untuk mendeteksi kekeliruan serupa, Ditjen Dukcapil menawarkan bantuan kepada KPU untuk menyisir NIK milik WNA dalam data DPT. Menurut Zudan, itu adalah cara terbaik dan paling efektif.
“Kami menawarkan KPU, berikan kami DPT, lalu akan kami sisir apakah ada WNA yang masuk atau tidak. Dengan penuh kerahasiaan, kami akan serahkan kembali data itu,” tandasnya. Ia menjamin prosesnya selesai dalam 3-4 hari.
Secara sekilas, e-KTP milik WNA dan WNI tampak sama. Namun, terdapat beberapa perbedaan secara fisik yang dinilainya bisa menjadi pembeda. Perbedaan e-KTP WNA dan WNI di antaranya terkait masa berlaku, pencantuman kewarganegaraan WNA, serta kolom agama, status perkawinan, dan pekerjaan, yang ditulis dalam Bahasa Inggris.
“Tadinya kami berpikiran dengan sudah ditulis masa berlakunya, ada warga negaranya disebutkan, ada tiga pembeda dengan Bahasa Inggris, kalau orang membaca pasti lihat,” kata Zudan. Namun, sambungnya, jika dinilai berpotensi adanya penyalahgunaan, ia mengatakan, tak menutup kemungkinan perubahan format e-KTP untuk WNA.
“Andai kata nanti dengan warna yang sama ini menimbulkan problem seolah-olah bisa untuk nyoblos, dan lain-lain, kami bisa pertimbangkan untuk ubah warnanya,” kata Zudan.
Jadi, e-KTP untuk WNA bentuk dan sistemnya mungkin harus berbeda. Pekerjaan baru dong.