Daerah

Pencairan Dana Desa di Kaur Bermasalah dan Jadi Sorotan

EksNews | Banyak keluhan muncul terkait sulitnya mengelola dana desa di Kabupaten Kaur, Bengkulu. Ironisnya, Bengkulu adalah daerah pemilihan tempat Menteri Desa Eko P Sanjoyo menjadi calon legislatif.

Sejumlah aparat desa di Kabupaten Kaur mengisahkan, proses pencairan dan pertanggungjawaban dana desa terkesan dipersulit oleh oknum-oknum di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa. “Setiap proposal dan pertanggungjawaban keuangan yang kami ajukan selalu dicari-cari kekeliruannya. Ujung-ujungnya, desa harus mengeluarkan dana pembuatan proposal dan perbaikan laporan pertanggungjawaban yang dipotong dari pencairan dana desa,” ungkap seorang kepala desa di Kaur yang belum bersedia mengemukakan identitasnya di Bintuhan, ibu kota Kabupaten Kaur, Senin, 25 Maret 2019.

Kades ini menceritakan, sudah berkali-kali desanya mengajukan proposal dan kontrak. Namun, ujarnya, proposal dan kontrak itu selalu ditolak. Belum lagi nanti urusan pertanggungjawabannya.

Selanjutnya ia mencari informasi kepada sejawat kepala desa yang dananya telah cair. “Ternyata oknum Dinas Pemberdayaan Desa yang berperan membantu pencairan dana desa dengan mendapat uang jasa perbaikan kontrak maupun laporan pertanggungjawaban,” ujarnya. Jika sudah sepakat dengan Dinas Pemberdayaan Desa, barulah urusan pencairan dana desa ke BKAD (Badan Keuangan dan Aset Daerah).

Menurut Kades yang kesulitan mencairkan dana desa ini, dengan praktik perbaikan kontrak oleh oknum Dinas PMD itu, berarti dana desa yang dicairkan jumlahnya akan terpotong, tidak utuh lagi. “Ini sulit untuk dipertanggungjawabkan jika dananya tidak sesuai dengan nilai kontrak yang ditandatangani,” ujarnya.

Untuk itu ia berharap ada perbaikan dalam proses pencairan dana desa. “Agak mengherankan bahwa dana desa dipotong-potong oleh oknum Dinas, sementara Menterinya mengharapkan warga memilihnya sebagai anggota legislatif,” ungkap Kades ini.

Kasus yang juga menjengkelkan, kata dia, adalah soal papan nama atau plang dana desa. “Untuk plang atau papan nama saja kita harus membayar Rp5 juta. Itu mahal sekali untuk desa,” ujarnya.

Kades ini juga mengaku sudah mendapat masukan dari berbagai kalangan organisasi kemasyarakatan pemuda, aktivis, maupun lembaga swadaya masyarakat agar melapor kepada pihak berwenang seperti kepolisian dan kejaksaan. “Masukan seperti itu sudah saya terima. Tapi buat kami yang penting dana desa cair tanpa potongan macam-macam. Ini dana untuk warga desa, bukan untuk kepala desa atau aparat desa lainnya,”kata dia.

Sejauh ini belum ada tanggapan dari Kepala Dinas PMD Kaur Asmawi SAg. Sebelumnya Kepala Dinas PMD Kaur juga harus melayani protes para awak media yang menganggap Dinas ini kurang transparan.~ Delia Junita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.