EksNews | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Dumai, Provinsi Riau, periode 2016-2021 Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) sebagai tersangka dalam dua perkara, yaitu tindak pidana korupsi terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) dan penerimaan gratifikasi.
“KPK telah mencermati proses penyidikan dan fakta-fakta persidangan hingga pertimbangan hakim pada perkara sebelumnya. Setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan pihak lain, maka dilakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengurusan DAK Kota Dumai APBN-P 2017 dan APBN 2018,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.
Dalam proses penyidikan ini, KPK menetapkan Wali Kota Dumai 2016-2021 ZAS sebagai tersangka pada dua perkara. “Pada perkara pertama, tersangka ZAS diduga memberi uang total sebesar Rp550 juta kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan terkait dengan pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai,” ungkap Syarif.
Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Sedangkan pada perkara kedua, tersangka Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. “Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja,” lanjut Syarif.
Pada perkara pertama, Zulkifli disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) hurufa atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Sedangkan pada perkara kedua, Zulkifli disangkakan melanggar pasal 12 B atau Pasal 11 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ringkasnya, konstruksi perkara penetapan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) sebagai tersangka dalam dua perkara itu adalah tindak pidana korupsi terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) dan penerimaan gratifikasi. “Pada Maret 2017, ZAS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ZAS meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai. Pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan “fee” 2 persen,” kata Syarif.
Kemudian, lanjut Syarif, pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar. “Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan,” ucap Syarif.
Masih pada bulan yang sama, kata dia, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan. “Beberapa bidang yang dlajukan antara lain rumah sakit rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi, dan pendidikan,” kata Syarif.
Kemudian, tersangka Zulkifli kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 kota Dumai. “Yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar,” ujar Syarif.
Untuk memenuhi “fee” terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zulkifli memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.
“Penyerahan uang setara dengan Rp550 juta dalam bentuk dolar AS, dolar Singapura, dann rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan dilakukan pada November 2017 dan Januari 2018,” papar Syarif.
Sedangkan untuk perkara kedua, tersangka Zulkifli duduga menerima gratifikasi baik berupa uang dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.
Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018. “Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Dlrektorat Gratifikasi KPK sebagaimana dnatur di Pasal 18 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 12C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Syarif.