EksNews | Forum Sarjana dan Mahasiswa (Fosma) kabupaten Kaur, bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun Dinas terkait menggelar rapat dengar pendapat pada Selasa, 17 Desember 2019. Salah satu materi pembahasan yang terungkap adalah pemilihan kepala desa yang diagendakan pasca Pilkada yang dijadwalkan berlangsung Rabu, 23 September 2020.
Dalam pembahasan itu, Ketua Fosma Kabupaten Kaur Arafik M Top mempertanyakan agenda Pilkades yang mundur hingga usai Pilkada 2020. Jika mundur agar terkonsentrasi pada Pilkada serentak (di Bengkulu mencakup pemilihan gubernur dan delapan bupati) memang dapat dimengerti. Namun, lanjutnya, di Kaur terjadi gelombang pengangkatan pejabat sementara (Pjs) Kepala Desa (Kades) dari lingkup pegawai negeri sipil atau aparat sipil negara (ASN).
Dalam rapat itu Arafik mengungkapkan, gelombang pengangkatan Pjs Kades dari lingkup ASN ini menimbulkan tanda tanya. Bahkan mengundang dugaan negatif, yaitu sarat kepentingan politik petahana untuk mempengaruhi pemilih memihak dan memilih calon dengan mengabaikan asas jujur dan adil. Caranya, kata dia, dengan memobilisasi pemilih melalui para Pjs Kades itu, entah denga money politics, program pembangunan fisik, atau cara lain yang memanfaatkan kekuassan.
“Jadi, kami sebagai bagian dari komunitas intelektual di Kaur melihat ada upaya menunggangi penundaan Pilkades untuk kepentingan politik Pilkada serentak. Pengangkatan Pjs Kades dari lingkup pegawai negeri ini dapat ditunggangi para petahana, baik Bupati maupun Gubernur,” ujarnya, Selasa, 27/12/19.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kaur H Asmawi di acara dengar pendapa menjelaskan, persoalan penundaan Pilkades bukanlah agenda tersembunyi petahana atau ASN. Masalahnya, kata dia, penundaan itu terkait keterbatasan anggaran.
Asmawi mengungkapkan, pada APBD 2019 dianggarkan Rp300 juta untuk Pilkades, Namun, angka itu belum mencukupi. Lantas pada APBD 2019, anggaran naik menjadi Rp700 juta.
“Alasan pada 2019 belum dilaksanakan Pilkades lantaran anggaran belum mencukupi. Pada 2020 pasti dilaksanakan dengan anggaran Rp700 juta,” ungkap Asmawi.
Sedangkan pengangkatan ASN sebagai Pjs Kades, lanjutnya, agar roda pemerintahan di desa tetap berjalan lancar. “Ada 116 ASN yang diangkat sebagai Pjs Kades di Kaur,” ujar Asmawi.
Baiklah, Pilakdes 2019 kurang biaya. Tapi, Pilkades 2020 itu berlangsung sebelum atau sesudah Pilkada serentak 2020?
Jika Pilkades berlangsung setelah Pilkada September 2020, tudingan Arafik M Top dan Fosma bahwa terjadi upaya menunggangi Pjs Kades untuk kepentingan petahana memang hasil pemikiran intelektual. Masih masuk akal.
Tapi yang penting, selesaikan masalah dengan elegan dan demokratis, musyawarah dan mufakat. Pilkada Bupati Kaur yang tercatat pernah rusuh di masa lalu hendaknya tak kan pernah terulang lagi. ~Abus Tarbian