Politik Unggulan

Refleksi Akhir Tahun MPR 2019 Bamsoet dan Sultan Tampil Bersama

EksNews | Refleksi Akhir Tahun MPR 2019 menghadirkan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) Sultan Bachtiar Najamudin. Sejumlah catatan mengemuka acara Diskusi Empat Pilar MPR yang berlangsung di Media Center Kompleks Parlmen, Rabu, 18/12/19.

Yang dikemukakan Bamsoet, nama ringkas Ketua MPR RI, antara lain adalah Pokok Haluan Negara, penguatan dan penataan kewenangan DPD, penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem presidensil, serta penataan sistem hukum dan peraturan perundang-undangan dengan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Menurut dia, yang ia sebutkan itu sedianya merupakan rekomendasi dari MPR RI periode sebelumnya (2014-2019).

“Ada memang rekomendasi, kami ini kan yang meneruskan, melaksanakan PR, pekerjaan rumah dari periode sebelumnya,” ujarnya. Soal Pokok Haluan Negara, kata Bamsoet, terkait “baju hukum” atau landasannya yang menjadi pertentangan: apakah melalui Ketetapan (Tap) MPR atau melalui Undang-Undang. Sejumlah pihak khawatir, jika Haluan Negara berpayung Tap MPR, maka Presiden produk reformasi yang merupakan mandataris rakyat bisa bergeser menjadi mandataris MPR.

Tapi, “jika hanya dikasih baju Undang-Undang, ini rentan dimentahkan oleh Presiden periode berikutnya. Cukup dengan Perppu, selesai!” ujarnya.

Di sisi lain, banyak yang sepakat bahwa Indonesia memerlukan Haluan Negara sebagai pijakan pembangunan nasional yang betul-betul sinkron antara pusat dan daerah, serta bersifat jangka panjang hingga tak mudah berganti haluan ketika berganti presiden.

Terkait penguatan dan penataan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Bamsoet menyatakan, baik DPD maupun DPR, “rasa-rasanya belum mencakup seluruh aspirasi yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat,” ungkapnya.

Bamsoet, lantas menyinggung aspirasi dari pimpinan PP Muhammadiyah beberapa hari lalu, bahwa ormas Islam besar di Indonesia itu memandang ideal diadakannya kembali apa yang disebut dengan ‘Utusan Golongan’. Sebagai pejuang aspirasi kelompok-kelompok tertentu, termasuk kelompok profesi, seperti profesi wartawan.

“Apakah kalian temen-temen wartawan terwakili? Saya wartawan, tetapi saya tak akan pernah bisa mewakili kepentingan wartawan, karena saya lebih kepada kepentingan konstituen,” ujar politisi yang juga mantan jurnalis nasional itu.

Terkait dengan penataan sistem perundangan sebagaimana menjadi PR dr MPR periode lalu, Bamsoet mengungkapkan, dirinya memiliki mimpi untuk bisa meninggalkan legacy sebagai Ketua MPR terhadap penyempurnaan atau Amandemen UUD 1945.

“Karena kalau saya melihat bahwa catatan penyusunan amandemen 2002, terakhir kemarin, memang banyak yang nggak sinkron. Tidak juga ada kata-kata ‘Pancasila’ di dalam pasal-pasal yang ada, padahal sumbernya dari situ,” kata Bamsoet.

Sedangkan Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin mengatakan posisi DPD lebih kepada, bagaimana agar sistem ketatanegaraan, bagaimana menata negara ini betul-betul tepat. Sehingga, sambungnya, jika lembaga-lembaga tinggi negara atau lembaga negara itu, memang sudah dihadirkan dia harus mempunyai posisi yang seimbang, baik DPR maupun DPD.

“Tema besarnya adalah refleksi akhir tahun tentang amandemen. Sering saya sampaikan sebagai anggota DPD tentu kalau ditanya tentang isu besar amandemen, saya hanya beberapa poin saja,” ujar Sultan.

“Kami lebih melihat kepada yang memang bahwa konstitusi itu hidup terus, bahwa dia berdinamika, dinamis terus, jadi living konstitusi tidak bisa distop, sesuai dengan keinginan zaman, sesuai dengan kondisi zaman dia memang harus menyesuaikan, termasuk bahwa di negara kita sistem penataan institusi atau sistem ketatanegaraan kita juga harus memang menyesuaikan terus, seiring dengan perkembangan,” papar Sultan.

Dia juga sudah menyampaikan kepada teman-teman (di DPD RI) bahwa, kalau lihat dari fasenya, fase amandemen, jadi mulai dari reformasi kemudian muncul amandemen, dulu sebelumnya selalu dianggap bahwa eksekutif itu terlalu kuat dulunya, kemudian dijawab dengan reformasi.

“Setelah reformasi itu kekuasaan legislatif yang begitu kuat, jadi bandulnya itu berubah, bandul dari executive heavy menjadi legislative heavy, sebenarnya frame awalnya kan. Ini kan juga justru, kalau tidak disiasati, nanti akhirnya check and balances tidak jalan, sehingga muncul perubahan pertama, kedua, otonomi daerah muncul. Lahirlah lembaga DPD lahir lembaga-lembaga yang lain sampai kemarin isunya lahir tentang perubahan kelima itu,” ulasnya.

Menurut Sultan, berbicara lebih khusus lagi kepada DPD, disampaikan dengan Ketua MPR dan kawan-kawan semua, kalau DPD itu realistis, hanya saja ketika ada isu amandemen ini, karena anggota MPR itu adalah anggota DPR dan anggota DPD, tentu ketika ingin, atau akan terjadi amandemen, maka pasti melibatkan DPD.

“Di situ juga nanti, akan kira-kira, kalau bicara tentang apa yang diinginkan, karena ini memang penataan negara yang sudah makin hari makin bagus ya, DPD juga pasti minta, minta menjadi bagian yang nanti diberikan peluang untuk kewenangan lembaganya ditambah,” tandasnya. ~Kiky Apriyansyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.