Hukum Unggulan

Kasus Jiwasraya di Tangan Kejagung | Belum Ada Tersangkanya

EksNews | Kasus gagal bayar dana nasabah Asuransi Jiwasraya masuk ke ranah hukum. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan kasus gagal bayar hingga senilai Rp 12,4 triliun itu mengarah ke dugaan tindak pidana korupsi dan masuk dalam tahap penyidikan.

Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengatakan surat perintah penyidikan kasus ini sudah keluar pada 17 Desember 2019. Dalam penyelidikan awal, kata dia, Kejagung menduga ada penyimpangan dalam penjualan produk dan pemanfaatan asuransi JS Saving Plan berdasarkanlaporan dugaan korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.

ST Burhanuddin bilang, terdapat potensi kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun hingga Agustus 2019 yang angkanya masih perkiraan awal. Menurut dia, Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi, baik itu keuntungan tinggi antara lain, penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.

“Jumlah tersebut dua persen ditempatkan pada perusahaan dengan kinerja baik, dan sebanyak 95 persen di saham berkinerja buruk,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 18/12/19.

Kedua, penempatan reksa dana, sebanyak 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. “Jumlah tersebut 2 persen dikelola MI Indonesia dengan kerja baik, 98 persen dikelola MI dengan kinerja buruk,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi Toegarisman menambahkan, setidaknya sudah 89 orang sudah diperiksa terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Sementara jumlah manajer investasi yang juga diperiksa yakni mencapai 12 perusahaan pengelola reksa dana.

“Sejak Juni 2019 ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, cuma memang Kejati ada sebagian kecil. Kita kembangkan, ada 13 perusahaan reksa dana dalam masa penanganan di Gedung Bundar,” kata dia.

Dia mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola, yakni terkait pengelolaan dana yang dihimpun dalam program JS Saving Plan.

“Kami telah menyusun tim sebanyak 16 orang jadi angora ada 12 orang, pimpinan tim 4 level yang akan menangani, ini kasus besar, dengan wilayah yang cukup luas. Kemudian. Kalau ditanya teknis, kami sedang mengerjakan di tahap penyidikan, tentu ini strategi,” ujarnya.

Jadi, belum ada tersangka dalam kasus ini. Adi menjelaskan,tim penyidik masih mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara Rp13,7 triliun tersebut.

Manajemen Asuransi Jiwasraya mengakui tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun yang jatuh tempo mulai Oktober-Desember 2019 (gagal bayar). Kesulitan keuangan ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, yang mengurusi bidang keuangan dan perbankan, terungkap Jiwasraya membutuhkan dana 32,98 triliun Rupiah demi memperbaiki permodalan. Pada Senin, 17/12/19 lalu, di depan anggota DPR RI, pimpinan Jiwasraya menyatakan tak sanggup memenuhi klaim polis nasabah yang mencapai Rp12,4 triliun pada Desember 2019 ini.

“Jiwasraya tak bisa membayar (polis) karena sumbernya dari corporate action. Saya minta maaf ke nasabah (pemegang polis),” ujar Hexana dalam rapat komisi VI DPR RI, Senin (16/12).

Sebelumnya, dalam salinan rapat kerja yang dibacakan oleh Hexana Tri Sasongko di DPR, Kamis, 7/11/19, terdapat empat penyebab keuangan Jiwasraya terganggu, yaitu: Kesalahan pembentukan harga produk saving plan yang ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9 persen hingga 13 persen sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun; Lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi juga menekan likuiditas Jiwasraya; Adanya rekayasa harga saham; dan tekanan likuiditas dari produk saving plan yang berakibat pada penurunan kepercayaan nasabah. ~Rodiatan Mardiyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.