EksNews | Polres Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menangkap empat pelaku dan enam korban praktik kawin kontrak di kawasan wisata Puncak. Penangkapan berlangsung di sebuah vila di Desa Cibeureum, Cisarua, persis saat ijab kabul kawin kontrak.
“Pelaku berinisial ON alias Mami E, IM alias Mami R, BS, dan K. Sedangkan, enam korbannya perempuan dewasa berinisial H, Y, W, SN, IA, dan MR,” ujar Kapolres Bogor, AKBP Muhammad Joni, di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (23/12/2019).
Joni mengatakan, para mucikari menguasai Bahasa Arab karena mayoritas mantan tenaga kerja wanita (TKW) di Timur Tengah. Mereka dapat berkomunikasi dengan tamu asal Timur Tengah yang akan melakukan kawin kontrak dengan perempuan asal Indonesia.
Dua mucikari ON dan R merekrut wanita di daerahnya dan menawarkan kepada sopir yang mengantarkan tamu dari Timur Tengah yang akan berlibur di kawasan Puncak. Mereka menawarkan beberapa wanita melalui aplikasi WhatsApp.
Kelak para wanita pesanan dan tamu dari Timur Tengah itu dipertemukan di sebuah vila di Desa Cibeureum. Pelaku K berperan sebagai sopir, sedangkan BS berperan sebagai penghulu palsu untuk melangsungkan kawin kontrak dengan mahar senilai Rp7 juta. Waktu kontrak yang disepakati selama lima hari.
Polres Bogor menyita barang bukti pelaku berupa satu unit mobil Toyota Rush, satu unit mobil Honda Mobilio, 12 ponsel, serta uang tunai senilai Rp 7 juta. “Pasal yang dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancamannya lima tahun penjara,” ungkap Joni.
Bupati Bogor, Ade Yasin, mengatakan, pihaknya sudah mendeteksi enam desa di kawasan Puncak yang kerap dijadikan lokasi kawin kontrak. “Di sekitar Desa Tugu Utara, Desa Tugu Selatan, Desa Batulayang, Desa Cibeureum, Desa Cisarua, dan Desa Cipayung,” ujarnya, Jumat, 20 Desember 2019 lalu.
Ia membeberkan hasil penelitian Pemerintah Kabupaten Bogor, tarif kawin kontrak di enam desa tersebut mulai dari Rp 5 juta sampai Rp 20 juta. Rentang waktu kontrak mulai dari satu hingga dua bulan.
Ade memastikan, masyarakat Puncak Bogor tidak terlibat perkara kawin kontrak. Menurutnya, kawin kontrak mayoritas dilakukan oleh eks TKW asal Cianjur Selatan dengan turis dari Timur Tengah.
“Ini perlu perhatian dan peran khusus agamawan. Diperlukan juga operasi lintas operasi,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor menyatakan kawin kontrak merupakan suatu hal yang memang diharamkan, Jadi, pelakunya tetap dihukum zina ketika berhubungan.
“Kita semua ulama sepakat ini haram, tetap zina. Bagaimana bisa tidak zina?” ujar Ketua MUI Kabupaten Bogor, Ahmad Mukri Aji, saat konferensi pers bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bogor, di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor.
Menurut dia, fatwa mengenai kawin kontrak sudah dikeluarkan Dewan Pimpinan MUI sejak 25 Oktober 1997. Dalam fatwanya, kata Mukri, MUI memutuskan bahwa kawin kontrak atau mut’ah hukumnya haram.
Ia mengapresiasi Polres dan Forkopimda Kabupaten Bogor yang mampu membongkar praktik kawin kontrak. Alasannya, belakangan ini gejala tersebut kembali menjadi buah bibir masyarakat Kawasan Puncak Kabupaten Bogor.
“Nikah bukan hanya seminggu, tapi muabath tidak temporer,” kata pria yang juga merupakan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten itu. ~Abus Tarbian
Foto: Ilustrasi keindahan kawasan Cisarua, Puncak, Jawa Barat.