EksNews | Meski tenggelam oleh pemberitaan tentang penyebaran virus corona dan kepergian Ibunda Presiden, Ny Sudjiatmi Notomihardjo, terjadi polemik mengenai pembagian masker oleh jajaran Polda Metro Jaya di Pasar Tanah Abang pada Kamis pagi, 19 Maret 2020 lalu. Polemik tentang pembagian masker tadi berlangsung antara Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane dan pegiat media sosial Ninoy Karundeng.
Pada Senin, 23/3/20 muncul pemberitaan Neta Pane yang mengemukakan pendapatnya agar Kapolri menindak tegas dan mencopot bawahannya yang bandel jika tetap melakukan kegiatan yang bersifat pengumpulan massa pasca imbauan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Minggu, 15 Maret 2020. “Pertama, Ditreskrimum Polda Metro Jaya melakukan bagi bagi masker di Tanah Abang. Kedua, Kapolda Sulut melakukan kegiatan sepeda di Manado. IPW menunggu sanksi apa yang akan diberikan Kapolri kepada kedua pejabat kepolisian itu. Soalnya keduanya adalah figur penting, yang satu dekat dengan keluarga penguasa dan yang satu lagi adalah seniornya Kapolri. Pertanyaannya, beranikah Kapolri bertindak tegas pada mereka?” ujar Neta Pane.
Menanggapi pernyataan Neta, Ninoy Karundeng menuliskan pendapatnya di akun facebook dan dikutip pula oleh salah satu media online. Tulisan Ninoy menyebut pernyataan Pane adalah serangan.
“Langkah Polda Metro Jaya tersebut ternyata mendapatkan serangan orang seperti Neta S. Pane. Gaya LSM muncul untuk mencari panggung. Tersiar kabar Neta S. Pane yang meminta Kapolri Idham Azis untuk mencopot Direktur Reskrimmum Polda Metro Jaya Suyudi Ario Seto,” kata Ninoy dalam tulisannya.
Bagaimana melihat polemik itu? Para jurnalis yang meliput langsung kegiatan Polda Metro Jaya, akan lebih proporsioal jika melihat polemik ini sesuai dengan wilayah liputannya. Jadi, kita lihat saja dulu Polda Metro Jaya. Untuk Polda Sulawesi Utara, ada baiknya muncul kesaksian jurnalis di sana.
Untuk kegiatan pembagian masker (dan hand sanitizer) di Tanah Abang, sudah jelas bukan sekadar kegiatan Direktorat Reserse dan Kriminal Umum, melainkan membawa institusi Polda Metro Jaya. Kegiatan itu pun merupakan rangkaian kegiatan seelumnya, seperti penyemprotan disinfektan di perhentian busway, juga kegiatan operasi pasar dua ton gula pasir di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat, atau apel siaga Direktorat Lalu Lintas Polda.
Semuanya menghimpun banyak orang jika memang objektif. Pertanyaannya, mengapa IPW tampaknya hanya terfokus pada Direskrimum?
Jika hanya menyoal Direskrimum untuk wilayah Polda Metro Jaya, satu hal yang perlu ditegaskan, kegiatan di Pasar Tanah Abang berlngsung pada Kamis, 19 Maret 2020, hari dan tanggal yang sama dengan keluarnya Maklumat Kapolri Nomor Mak/02/III/2020. Dalam maklumat tersebut, Kapolri melarang semua kegiatan yang berpotensi bisa mengumpulkan orang banyak atau massa, baik itu yang berada di tempat umum atau di lingkungan masing-masing. Apakah itu berbentuk pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan, seperti seminar, lokakarya, sarasehan, dan kegiatan lainnya.
Tambahan pula, kegiatan di Pasar Tanah Abang itu berlangsung pada Kamis, 19 Maret 2020 pagi hari sehingga sangat mungkin Maklumat Kapolri itu belum ditandatangani. Setidaknya belum diketahui oleh jajaran Polda Metro Jaya.
Alhasil, para jurnalis di lingkungan Polda Metro Jaya dapat menilai secara objektif mengenai polemik tersebut. Terlebih lagi jika melihat rangkaian kegiatan Polda Metro Jaya sejak imbauan Presiden di Istana Bogor pada Minggu, 15 Maret 2020 hingga keluarnya Maklumat Kapolri pada 19 Maret 2020.
Yang juga perlu dicatat, para jurnalis hendaknya dapat memahami posisi jajaran Polda Metro Jaya sama halnya memahami Indonesia Police Watch sebagai lembaga pemantau kepolisian. Karena itu pula, diperlukan sikap objektif terhadap substansi persoalan.
Kita mendukung Kepolisian yang bertekad menegakkan prinsip-prinsip profesional, modern, dan terpercaya (Promoter). Prinsip yang sama sangat layak untuk media dan juga IPW. ~Abus Tarbian/Wawan