EksNews | Komisi VII DPR RI menggelar rapat kerja (raker) dengan PT PLN (Persero) pada Rabu, 17/6/20. Bertindak sebagai pimpinan rapat adalah Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin (Golkar) dan Eddy Soeparno (PAN). Sedangkan dari BUMN pemasok setrum kali ini hadir langsung Direktur Utama Zulkifli Zaini.
Sejumlah masalah yang menjadi materi rapat antara lain adalah kenaikan tagihan listrik di masa wabah Covid-19, evaluasi pembangkit eksisting dan tertunda pada program 35 ribu megaWatts, serta kendala dan tantangan pembangunan jaringan transmisi dan distribusi.
Sejumlah anggota vokal menyoroti isu lonjakan tarif listri justru ketika warga terdampak Covid-19. Tercatat antara lain Rudy Mas’ud dari Fraksi Partai Golkar Dapil Kalimantan Timur dan Ratna Juwita dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa asal Dapil Jatim IX yang menyoroti isu ini.
“Ini menjadi isu di tengah masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu. Terkait lonjakan tagihan listrik, menurut mereka adalah tarif dasar listrik ada kenaikan, padahal tidak. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan PLN dalam menyosialisasikan masalah tersebut masih kurang. Baik itu melalui media massa, maupun media sosial. Sehingga di masa pandemi ini PLN terkesan, dan seolah-olah tidak berpihak pada rakyat kecil. Dengan kata lain tata rertib dan keterbukaan di PLN masih kurang dalam menyosialisasikannya,” ungkap Rudy.
Sedangkan Ratna Juwita menegaskan lonjakan tagihan listrik dapat memicu tragedi di masa pandemi. “Ini telah merugikan masyarakat setidaknya dari psikologis dan ekonomis. Sempat diungkapkan tadi oleh Pak Rudy , ada yang bunuh diri karena tidak bisa membayar tagihan listrik. Menurut kami ini masalah yang sangat serius, karena PLN satu-satunya badan usaha yang ditunjuk oleh pemerintah dalam memberikan layanan listrik ke seluruh masyarakat Indonesia,” tandas Ratna.
Sedangkan Dirut PLN Zulkifli Zaini menjelaskan, soal lonjakan tagihan itu lantaran PLN menggunakan skema tiga bulan dalam menghitung tagihan listrik masyarakat karena selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) petugas PLN tidak bisa melakukan pencatatan meteran ke rumah pelanggan. “Lonjakan tagihan terjadi karena mekanisme penagihan itu pakai 3 bulan terakhir. Akibat kebijakan PSBB, PLN memutuskan pada April dan Mei kan enggak ada pencatatan (meteran) ke rumah pelanggan, supaya enggak ada resiko penularan virus,” ungkap Dirut PLN kelahiran Palembang Sumsel ini.
Zulkifli mengatakan, petugas kembali melakukan pencatatan meteran ke rumah pelanggan pada bulan Juni 2020, setelah pemerintah melonggarkan kebijakan PSBB. Sedangkan hasil pencatatan petugas, sambung mantan bankir di Bank Mandiri ini, menghasilkan kenaikan tagihan listrik yang cukup signifikan, karena pola konsumsi masyarakat selama PSBB.
Sedangkan tragedi bunuh diri di Grobogan Jawa tengah yang beredar kembali di media sosial awal Juni 2020 ini sebenarnya terjadi pada 2017 lalu. Tapi jangan berharap ada lagi yang begitu deh. ~Kiky Apriyansyah