Eksnews – Hak imunitas Advokat dicederai, ancaman untuk keadilan. Karena kepolisian masih sering mengkriminalisasi advokat publik. Seorang pengacara atau advokat di Kota Bandung Yubilate Pieter Umbu Warata Pandango, SH dikriminalisasi dengan dilaporkan ke Reskrim Polrestabes Kota Bandung Jawa Barat.
Penyebabnya yaitu hanya karena ia membela dan mendampingi pencari keadilan. Kini sang pengacara menjalani proses pengadilan negeri Bandung.
Pelapor advokat anggota Ferari itu tak lain adalah lawan kliennya di pengadilan. Yuken dilaporkan atas dugaan pasal 170 KUHP Tindak Pidana Pengeroyokan oleh pihak lawan. Padahal ia berperan sebagai kuasa hukum dan mewakili kliennya.
Kuasa hukum Yubilate Pieter Michael Feka, SH, MH memprotes atas kriminalisasi yang dilakukan polisi terhadap kliennya yang sedang menjalankan tugas profesi advokat.
“Yuken ini seorang advokat haruslah dia diberlakukan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003, atau undang-undang khusus atau Asas lex specialis derogat legi generalis. Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”
“Jadi asaz ini mensyaratkan bahwa seorang advokat itu harus diberlakukan undang-undang khusus,” ujar Michael Feka kepada wartawan.
Menurut Michael, khusus pemanggilan untuk seorang advokat harus dibedakan dengan masyarakat pada umumnya. “Karena seorang advokat itu sudah mendapatkan hak imunitas baik di dalam maupun diluar pengadilan dalam menangani perkara,” paparnya.
Mikael menyatakan dalam waktu dekat ini pihaknya akan melaporkan penyalahgunaan kewenangan penyidik ini ke Propam Mabes Polri.
“Setelah saya mencermati dakwaan penuntut umum maka saya melihat perkara Yuke dan kawan-kawan itu adalah masuk ranah perdata yang tidak harus masuk ranah pidana,” katanya.
Karena hal ini, menurut Michael, terkait dengan masalah kepemilikan hak atas tanah. “Sehingga masalah keterkaitan masalah tanah ini masuk ruang lingkup hukum perdata bukan hukum pidana oleh karena itu menurut saya penyidik terlalu prematur menetapkan keempat orang ini sebagai tersangka,” katanya.
“Karena seyogyanya itu harus dipastikan dulu,” sambungnya.
Yang kedua, bahwa dalam dakwaan jaksa penuntut umum tidak menyebut secara pasti tentang keempat orang ini siapa melakukan apa, dalam arti bahwa siapa pelaku utamanya, siapa menyuruh melakukannya dan siapa yang turut serta melakukan.
“Jadi itu yang saya namakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tentang kualifikasi keempat pelaku itu dikatakan obscuurlibels atau dakwaan kabur,” katanya.
Yang ketiga, status terdakwa yaitu Yuke itu adalah seorang advokat. “Oleh karena dia adalah seorang advokat maka semestinya penyidik ketika mau memanggil yang bersangkutan baik sebagai saksi ataupun sebagai tersangka harus melalui organisasi advokat atau Peradi,” katanya.
Nah yang terjadi itu adalah penyidik sewenang-wenang dan semena-mena, melanggar Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 dan MOU antara Polri dengan Peradi terkait dengan pemanggilan seorang advokat. “Nah itu yang kemudian tiga poin ini kita ajukan.”
Pihak keluarga sudah mengadukan laporan kepada Peradi terhadap masalah ini yang ditanggapi oleh Ketua Peradi Jakarta Barat.
“Saya mengharapkan bahwa eksepsi kami dikabulkan, kami meminta kepada majelis hakim yang memutuskan perkara di Bandung untuk menerima dan mengabulkan eksepsi yang kami ajukan,” katanya.
“Jadi pengadilan Bandung harus menyatakan dalam perkara ini bahwa mereka tidak berwenang untuk mengadili perkara ini karena ini masuk ruang lingkup hukum perdata,” sebut pengacara asal Nusa Tenggara Timur ini.
Michael mengharapkan majelis hakim juga mempertimbangkan untuk menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum adalah obscuurlibels atau kabur.
“Karena tidak menguraikan secara jelas dari keempat terdakwa dan yang ketiga penyidik dalam hal ini melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap Yuken dan kawan-kawan pada saat melakukan penyidikan,” pungkasnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengatakan penangkapan dan kriminalisasi advokat publik di sejumlah daerah punya pola serupa. Pertama, modus saat penangkapan yakni disertai kekerasan dan biasanya terjadi saat mereka memberikan argumentasi hukum, melerai keributan dan mencoba menenangkan. (Abus)