EKSNEWS.ID | BENGKULU. Sengketa Tanah di Bengkulu merupakan fenomena sosial yang tidak berkesudahan di Propinsi bagian Barat Sumatera itu. Betapa tidak, Dugaan Para Mafia Tanah dari unsur Komunitas Masyarakat maupun dari Oknum Aparat Penegak Hukum serta Oknum pegawai Instansi Pemerintah yang terkait dengan urusan tanah, mereka terlarut dalam hingar bingar kericuhan sengketa tanah yang berlarut larut.
Sebagai contoh, baru baru ini ( 18/10) terjadi kericuhan perebutan lahan di Kelurahan Pekan Sabtu kecamatan Selebar yang melibatkan lebih dari dua kelompok masyarakat dengan seorang Pengusaha sekaligus mengklaim dirinya sebagai Penguasa dari lahan dengan luas lebih dari 50 Ha yang konon berasal dari ” Warisan”
Seorang Mantan Pejabat PU Kota Bengkulu. Lahan yang informasinya berasal dari Lahan Hibah Propinsi Bengkulu yang seharusnya di gunakan sebagai Lahan program Cetak Sawah transmigrasi tahun 1980 yang berakhir gagalnya program tersebut, dengan berjalannya waktu telah beralih penguasaan kepada Oknum Pejabat PU bernama SZ dan menjadi Lahan Pribadi dengan di buatnya proyek proyek provid berbentuk perumahan yang di kelola oleh Ahli Waris SZ.
Para Ahli Waris SZ inilah yang menguasai lahan hibah milik negara itu dan di jadikan sumber keuntungan pribadi yang seharusnya milik negara.
SH, Seorang nara Sumber yang sangat mengetahui riwayat dari lahan lahan yang di perebutkan saat ini, mengatakan bahwa Tanah yang dikuasai Ahli Waris SZ sebenarnya adalah Tanah Negara.
” Tahun 1980, Pemerintah pusat melalui Pemerintah Pripinsi mengadakan Program Cetak sawah untuk tranmigrasi dengan menyediakan Lahan seluas lebih 70 Ha dengan dasar sebuah SK Gubernur “, Jelas SH menerangkan. Dan SH menjelaskan bahwa SK Gubernur itu memang benar ada, tp copy SK tersebut sulit terbaca isinya maupun nomor regrestrasinya. ” Arsip SK Gubernur itu saya yakin masih disimpan di Dinas Kearsipan Propinsi “, tutur SH saat acara diskusi tertutup dengan Publikasinasiinal.com baru baru ini di Bengkulu ( 10/11)
Berbekal informasi tersebut, masyarakat yang kurang memahami mekanisme hukum Agraria, ikut menguasai lahan lahan garap yang gagal di gunakan untuk program Sawah Cetak dengan membuat SKT ( Surat Keterangan Tanah,red) dari Kelurahan di mana lokasi lahan tersebut terletak. Kondisi gagalnya program cetak Sawah, di duga di salah gunakan oleh SZ untuk menguasai lahan hibah Propinsi tersebut dengan memanipulasi Adminitrasi lahan garap hibah tersebut dengan mengalihkan hak penguasaan garap menjadi Lahan Pribadi ( Hak Milik, Red). Dengan telah dilakukan dugaan manipulasi adminitrasi Alas Hak tersebut, lalu dikelola menjadi Proyek proyek Provid atas nama pribadi dan di kelola secara Turun remurun dan Di serahkan pada Ahli Waris setelah SZ meninggal tahun 2020.
Berangkat dari analisa informasi tersebut, sebuah sumber terpercaya dari Kementerian ATR /BPN Pusat yang enggan di sebut namanya, ketika di konfirmasi dan di mintai pendapat menyatakan bahwa seharusnya negara segera hadir dan mengambil alih lahan dan di kelola berdasar regulasi yang berlaku.
” Negara harus turun tangan, negara Harus mengambil alih dan memetakan hak atas tanah yang diperebutkan agar tidak terjadi sengketa yang berlarut larut dan menimbulkan inkondusifitas daerah”, Papar Pejabat dari Dirjen Sengketa Tanah Kementerian ATR/BPN. ” ini pendapat pribadi dan akan saya bawa dalam Rapat formal nanti. Terima Kasih informasinya pungkas nya.
Fenomena sengketa lahan harus segera di selesaikan, mafia Tanah, baik dari kelompok masyarakat maupun dari Para Cukong spekulan tanah yang berlindung dibalik ” backing” oknum oknum Aparat harus segera di bersihkan. Tentunya kasus tanah di Pekan Sabtu Selebar Bengkulu ini bisa dijadikan sumbu pematik pengusutan Delik Korupsi bagi aparat terkait Satgas Mafia Tanah dari berbagai elemen. ( Red/sumber SH Suharman )