Nasional Unggulan

Arsul Sani Soal Mahasiswa UI Korban Laka Lantas Jadi Tersangka

EKSNEWS.ID | JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Wakil Ketua MPR RI Waketum PP

Pertama saya kira di Komisi III dan juga tercermin dalam teman teman komisi III, Pak Habiburrohman, Didik Mukriyanto, Taufik Basari, itu kita melihat bahwa penetapan almarhum sebagai tersangka tidak pas, dari sisi hukum acaranya maupun tidak pas dari sisi keperluan kita psikologis atau berempati pada korban. Kita melihat hukum acara, pertama di KUHAP, bahwa menetapkan dua orang tersangka harus ada dua alat bukti permulaan.

Secara psikologis itu berempati terhadap korban. Kalo kita melihat hukum acara, pertama di kuhp itu diatur bahwa utk menetapkan seorang tersangka paling tidak harus ada dua alat bukti permulaan. Alat bukti seperti keterangan saksi, surat2, keterangan ahli, keterangan terdakwa dan petunjuk. Pertanyaannya Itu sudah terpenuhi atau belum?

Kedua, penetapan terdakwa itu kalo menurut putusan MK yg menambah kewenangan lembaga praperadilan itu terkait dengan penetapan tersangka itu harus mendengar tersangkanya dulu.

Lah ini kan tersangkanya sudah meninggal. Itu dari sisi hukum. Dari sisi katakanlah keperluan kita untuk berempati, ya untuk apa juga, sudah meninggal kok ditetapkan sbg tersangka. Apalagi di dalam kuhp pasal 77 itu kan ditetapkan bahwa penuntutan itu gugur kalo yg dituntut itu meninggal dunia.

Memang kemudian orang bisa mengartikan bahwa itu kan tahap penuntutan, tetapi maknanya sebetulnya proses hukum itu dengan sendirinya harus berhenti, harus diakhiri meskipun belum sampe ditahap penuntutan jaksa penuntut umum, begitu orang yang dalam konteks misalnya penyidikan itu menjadi tersangka itu meninggal dunia.

Maka menjadi aneh kalo kemudian sudah meninggal baru ditetapkan sebagai tersangka. Dalam konteks misalnya penyidikan, itu menjadi tersangka itu meninggal dunia.

Nah maka menjadi aneh kalau kemudian sudah meninggal, baru ditetapkan sebagai tersangka.

Jawabannya tentu tidak sesimpel kalau kemudian, ya kalai keberatan, silahkan ajukan ke praperadilan. Itu saya kira bukan jawaban yang pas.

Tetapi saya lihat perkembangan di media, Pak Kapolda Metro Jaya itu berjanji akan membentuk TPF baik internal maupun eksternal.

Ini saya kira kalau betul2 dibentuk sebuah tim yang kredibel yang melibatkan misalnya eksternalnya itu melibatkan Komnas HAM, melibatkan masyarakat sipil dan ada perwakilan UI yang mengerti hukum, itu akan sangat bagus sekali.

Bagaimanapun ini harus kita apresiasi, jangan dikritik terus juga.

  • Tetapi penetapan tersangkanya itu perlu dihilangkan dulu ga?

Ya itu kita kembalikan ke polisi. Kalau kita bicara yang ideal, kan mestinya dihapuskan. Tetapi kemudian dari teknis hukum acara kan yang dilakukan polisi kemudian mengguurkan status itu.

Nah nanti biarlah menurut hemat saya TPF itu yang memberikan rekomendasi.(Abus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.