EKSNEWS..ID | Pemegang Saham Bank Centris Internasional (BCI), Andri Tedjadharma membeberkan awal mula perusahaannya terseret dalam pusaran kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia menegaskan, tidak ada bukti hukum yang berkaitan.
Andri menuturkan, kaitan antara BCI dan Bank Indonesia tertuang dalam akta 46 dan akta 47 tertanggal 9 Januari 1998. Pada akta 46 memuat proses nasabah senilai Rp 492.216.516.580 dan jaminan tanah seluas 452 hektare.
Sementara itu, akta 47 memuat soal gadai saham pemegang saham Bank Centris Internasional. Namun, dia menegaskan tidak ada pembayaran yang dilakukan Bank Indonesia kepada rekening resmi milik BCI.
“Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma bukan sebagai pengutang, karena Bank Centris Internasional tidak pernah terima uang satu rupiah pun dari Bank Indonesia, apalagi BLBI,” tegas Andri dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Dalam bukti yang dilampirkannya, ditampilkan ada kredit yang dilakukan BI ke rekening bukan milik BCI. Tercatat ada pembayaran Rp 490.787.748.596,16 yang dikreditkan oleh BI ke rekening rekayasa jenis individual bernomor 523.551.000.
Sementara itu, kata Andri, rekening BCI adalah bernomor 523.551.0016. Hal ini juga diperkuat dengan bukti dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan laporan polisi.
“Bank Centris hanya menjual, jual-beli promes dengan jaminan, bukan pengutang. Centris tidak pernah membuat perjanjian utang. Dikatakan di pasal 3 (akta) 46, BI tidak boleh menagih. Ini BI menjual promes itu kepada Depkeu (Departemen Keuangan) dengan akta 39,” tuturnya.
Ada Pengalihan
Akta yang dimaksud Andri merujuk pada Akta 39 tertanggal 22 Februari 1999. Akta ini memnuat penyerahan dan pelimpahan (cessie) BCI dari BI ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Andri menegaskan, pihaknya tidak mengetahui adanya pengalihan tersebut.
Masih dalam lembar fakta yang disajikan Andri, tertuang ada pembayaran Rp 629.624.459.126,36 yang dialihkan BI ke BPPN. Ini sesuai dengan yang tertulis di rekening rekayasa nomor 523.551.000 sesuai dengan angka audit BPK atas kronologis rekening BCI Individual yang dijadikan alat bukti oleh BPPN di pengadilan dan bukan dari rekening asli BCI 523.551.0016.
Penyerahan cessie dalam Akta 39 dari BI ke BPPN tidak disertai dengan jaminan 452 hektare tanah yang telah diserahkan BCI ke BI merujuk Akta 46 tahun 1998.
“Angka Rp 629 (miliar) yang ada di Akta 39 berdasarkan dari rekening palsu. Jadi itu bukan uang Centris,” tegasnya.
“Bank Centris yang diada-adakan membuat perjanjian dengan Depkeu. Sudah itu dituduhkan kepada saya,” dia menambahkan.
Solusi
Andri menjelaskan, BPPN menagih kepada BCI berdasarkan Akta 39 yang isinya tidak benar. Karena nominal Rp 629.624.459.126,36 dari rekening bukan milik BCI dan tidak disertai jaminan 452 hektare. Ini terkonfirmasi dengan audit BPK tentang kronologis BLBI BCI, tanda terima antara BPPN dan BI, surat BI ke BCI dan surat KPKNL No. S-3048KNL.0701/2023 Poin 2A, tanggal 20 November 2023.
Dia menyebut, BPPN tidak tahu persis adanya perjanjian Akta 46 dan Akta 47 antara BI dengan BCI, oleh karena itu klausal Akta 39 pasal 4 ayat 3 menjadi berlaku.
“Kami mengusulkan, agat kasus BCI dan BPPN selesai, berdasarkan klausal akta 39 pasal 4 ayat 3 dan serah terima BPPN dan BI ganggal 8 Mei 1999, BPPN/Depkeu menarik kembali surat utang negata sebesar Rp 629.624.459.126,36 dari BI dan menyerahkan kembali promes nasabah BCI sebesar Rp 492.216.516.580 kepada BI,” ujar Andri dalam keterangan tersebut.
Dengan demikiqn, urusan BCI dan BPPN/Depkeu selesai dan urusan BCI kembali kepasa BI dan diselesaikan sesuai perjanjian akta 46 dan akta 47. Maka Depkeu tidak terbebani lagi dengan urusan BCU dan BI dapat menyelesaikan kembali urusannya dengan BCI secata bilateral.( Abus)