EKSNEWS.ID | Berita – Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS) pimpinan Yohanes Handojo Budhisedjati menggelar Talk Show “Strategi Menjadi Petani Milineal Sukses Di Era Ekonomi Digital” menuju Indonesia Emas 2045.
Hadir pada acara tersebut Ketua Umum
Paguyuban Parinan 08 Indonesia Maju, Didi Kusnadi yang menyampaikan saya bersyukur Alhamdulillah, acara ini bisa terselenggara dihadiri Kementerian Pertanian dan Kementerian Desa PDTT, hadir mewakili Dr. H. Tabrani, M.Pd, Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa dan Daerah Tertinggal, kemudian Dr.Muhammad Amin, SPI, MSI Kepala Pusat Pendidikan Pertanian.
“Minimal apa yang menjadi aspirasi dan kemauan para petani itu, bisa tertampung mudah-mudahan sampai ke atas kepemimpinan dan bisa direalisasikan ke masyarakat terutama kepada petani,” ujar Didi Kusnadi di Jakarta, pada Rabu (22/1/2025).
Contohnya seperti saya sendiri lah, jadi petani asli yang basicnya petani. Makanya saya pengen membiarkan remaja milenial itu supaya mau terjun ke dunia pertanian, karena enggak ada regulasi petani.
Sementara petani tua yang mungkin setiap bulan berkurang, sedangkan regenerasinya enggak ada. Kalau saya boleh tahu secara spesifikasi ditutup, petani milenial ini spesifikasi regenerasi anak-anak.
“Regenerasi anak-anak muda yang mau terjun, kita tunjukkan bahwa petani itu tidak miskin. Petani bertani itu bisa sukses gitu loh, cuman kan di sini harus ada peran dari pemerintah untuk mendukung,” katanya.
Contoh dunia pertanian itu sekarang, terutama kekurangan pupuk. Kedua mungkin penggunaan lahan tidur, yang masih banyak terlatar. Kemungkinan ada sebagian nggak punya lahan, gimana pembentukan pemerintah itu supaya anak muda ini mau terjun ke dunia pertanian. Ibaratkan dia punya semangat, tapi enggak ada modal
“Apa modal utama ya lahan, kalau ada lahan dia punya semangat. Di sini pertanian setahu saya modal yang pertama. Semangat anak muda, ibaratnya dia bisa sambilan. Mungkin paginya bisa upahan. Kalau di tempat saya, kan kerjanya sore. Dia bisa ke kebun oke dalam hal ini peran pemerintah. Apakah cukup hanya dengan lahan saja,” paparnya.
Menurut saya, karena modal utamanya itu lahan dulu. Saya rasakan di daerah saya itu, banyak sekali anak muda yang mau terjun ke dunia pertanian. Dia pingin bercocok tanam apa, tapi enggak punya lahan.
Selanjutnya dukungan dari pemerintah kayak penyuluhan, cara bertani gimana. Jangan kebanyakan petani sekarang cuman modal nekat.
“Berbicara lahan, kita tahu sendiri bahwa lahan ada di Kementerian. Ibaratnya lahan sawah dan lahan tidur. Jangan lahan petani yang ada di Indonesia habis untuk dijadikan izin bangunan. Ketika ada lahan-lahan produktif, yang kira-kira lahan ini bisa bisa untuk bercovok tanam jangka panjang, jangan sampai dialihkan kebangunan,” tuturnya.
Saya kan petani sawit, 5 tahun baru panen. Dari 1 sampai 5 tahun begitu lahannya kan kosong, sementara jarak karena 8 sampai 9 meter itu lahan kosong. Ya ditanam jagung, padi juga bisa ditanam lainnya. Kendalanya setelah panen hasilnya dijual kemana.
“Masalah harga dan pemasarannya juga harus ada hilirsasi, dari mulai lahan penanaman. Apa pengolahan hasil panennya, berarti di sini harus diatur juga untuk masalah harga. Harga acuan tertingginya berapa,” terangnya.
“Saya sendiri terjun di dunia sawit tahun 2020, saya ikut rapat di DPR itu cuman keluar dana per hektarnya 30 juta. Sudah ada perubahan bawah ada planting ditingkatkan menjadi Rp 60 juta per hektar, benar tapi belum di-acc,” tambahnya.
Kalau bibit bagus, perawatannya bagus, untuk per hektar 1 ton pupuk itu sangat penting dan tergantung. Kalau untuk di wilayah saya, terutama untuk jagung dan pisang masih cocok. Karena kalau yang sudah-sudah, apa petani otodidak masih dapat 5-6 ton, cuman dia kan memanfaatkan lahan kosong atau lahan tidur. Lahan itu harus berperan banget untuk organisasi yang tergabung di Formas.
Kemudian Dewi Ratnasari, S.E,Ak sebagai Ketua Pelaksana Acara dan Sekjen Paguyuban Pariban 08 berharap Kementerian Pertanian dan Kementerian Desa serius mensupport petani-petani muda untuk dilatih, serta perlunya pendampingan mereka terjun langsung menjadi petani yang sukses dengan kemajuan teknologi.
“Harus ada regenerasi sebagai petani. Mereka petani muda dipersiapkan mentalitasnya sebagai pejuang yang siap dengan berbagai kendala cuaca dalam bercocok tanam. Selain itu perlunya Pemerintah menyiapkan lahan tidur untuk mereka di berikan pelatihan cara menanam, merawat serta mengolah hasil pertaniannya sampai kepada hilirisasinya,” jelasnya.
Disini harus ada pendampingan, sehingga hasil pertaniannya mereka memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dan mereka juga bisa bekerjasama dengan pihak perbankan dalam permodalannya. Pemerintah hadir berikan bantuan bibit, pupuk setelah itu terserah anda.
Inilah yang membuat petani jadi patah arang swperti anak ayam kehilangan induknya. Mereka di suruh tanam tapi tidak di berikan marketnya, artinya Pemerintah tidak serius dan hanya gimik saja mensejahterakan petani.
“Kami meminta kepada Pemerintahan Pak Prabowo untuk para petani kita di berikan juga gelar sebagai Pahlawan Pangan. Tanpa petani perut kita tidak akan terisi, tanpa petani tubuh kita tidak akan mendapatkan nutrisi,” pungkasnya.
Peserta ikut hadir dari Mahasiswa Mahasiswi Fakultas Pertanian Unas,Trilogi,dan Universitas Respati sebanyak 100 peserta,50 peserta profesional,100 peserta petani dari berbagai daerah. ( Abus )