Daerah

Pantau Kesiapan Transformasi Layanan JKN, Dewas BPJS Kesehatan Siruaya Utamawan Kunjungi Dua RS Besar di Bandar Lampung

EKSNEWS,ID | BANDAR LAMPUNG – Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melakukan kunjungan pengawasan lapangan ke dua rumah sakit besar di Bandar Lampung, yakni RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (RSUD AM) dan RS Urip Sumoharjo (RSUS), pada Kamis (23/10/2025).

Kunjungan ini dipimpin oleh Anggota Dewas BPJS Kesehatan, Siruaya Utamawan, serta Ketua DJSN, Prof. Nunung Nuryartono, dan Anggota DJSN, Nikodemus Purba. Rombongan didampingi oleh Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung, Yessy Rahimi, dan Deputi Direksi Wilayah III BPJS Kesehatan, Yudi Bastia.

Prof. Nunung Nuryartono menjelaskan, kunjungan ini bertujuan untuk memantau langsung implementasi beberapa isu strategis program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Ini adalah kesempatan untuk melihat beberapa aspek isu strategis, terutama kesiapan RS terhadap implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), perubahan sistem rujukan menjadi berbasis kompetensi, transisi tarif dari INA-CBG’s ke iDRG (Indonesian Diagnosis Related Groups), dan penerapan Rekam Medis Elektronik (RME),” ujar Prof. Nunung.

*RSUD Abdul Moeloek: 77% KRIS dan Target Peningkatan Kompetensi*
Di RSUD Abdul Moeloek, rombongan Dewas dan DJSN disambut oleh Direktur Utama, dr. Imam Ghozali, beserta jajaran direksi.

Dalam diskusi, dr. Imam Ghozali memaparkan bahwa RSUD AM telah melampaui standar minimal KRIS yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. “Dari total tempat tidur yang ada, 77% sudah sesuai standar KRIS, di atas syarat minimal Kemenkes yaitu 60%. Kebetulan kami saat itu sedang membangun gedung baru, sehingga desainnya bisa langsung disesuaikan,” jelasnya.

RSUD AM juga menargetkan peningkatan layanan unggulan. “Target kami di tahun 2026 adalah kompetensi Utama untuk layanan jantung dan stroke, naik dari status Madya saat ini. Kami tinggal menunggu pengadaan alat di tahun 2026 dan spesialis stroke yang akan selesai pendidikan di tahun yang sama,” tambah dr. Imam.

Meskipun demikian, kunjungan lapangan menemukan beberapa catatan. Salah satunya terkait layanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pihak RSUD AM menyampaikan bahwa tim dokter IGD terkadang merasa sulit menolak pasien yang datang dari jauh, meskipun kasusnya tidak masuk kategori gawat darurat.

Menanggapi hal ini, Siruaya Utamawan menyarankan solusi yang diterapkan RS lain, yakni menggunakan dana CSR untuk melayani kasus non-darurat pasca-triase.

Catatan lainnya adalah terkait waktu tunggu obat yang masih menjadi keluhan. Pihak RSUD AM menyatakan sedang mengkaji inovasi layanan antar obat gratis untuk pasien yang berdomisili di Bandar Lampung.

Prof. Nunung dari DJSN mengapresiasi filosofi “puakhi” (menganggap pasien sebagai saudara) yang diusung Dirut RSUD AM dan berharap RSAM bisa menjadi benchmarking bagi RS lain dalam persiapan KRIS.

*RS Urip Sumoharjo: 100% KRIS dan Inovasi Layanan*
Kunjungan dilanjutkan ke RS Urip Sumoharjo, dengan rombongan disambut oleh Direktur Utama dr. Rio Rimbo, M.H., dan Komisaris Utama dr. H. Taufiqurrahman Rahim, Sp.OG (K).

RSUS menunjukkan kesiapan KRIS yang mengesankan. dr. Rio Rimbo menyatakan bahwa seluruh ruang rawat inap di RSUS sudah 100% memenuhi standar KRIS, bahkan melebihinya. “Untuk kelas 3 kami isi 3 tempat tidur, kelas 2 isi 2 tempat tidur, dan kelas 1 isi 1 tempat tidur, ini lebih tinggi dari standar Kemenkes yang membatasi maksimal 4 tempat tidur,” ungkapnya.

Dengan tingkat Bed Occupancy Rate (BOR) mencapai 90% dan 80% pasiennya adalah peserta JKN, RSUS juga melakukan berbagai inovasi, termasuk menawarkan layanan transportasi online gratis bagi pasien pulang.

Dalam diskusi, Komisaris Utama RSUS, dr. Taufiqurrahman, menyampaikan dua aspirasi penting kepada BPJS Kesehatan. Pertama, terkait layanan radioterapi yang 46% pasiennya di RSUD AM merupakan rujukan dari RSUS.

“Kalau tertunda (tindakan), stadiumnya bisa bertambah. Di sini (RSUS) sudah ada alat dan SDM, harapannya bisa segera dikerjasamakan dengan BPJS sehingga pasien JKN tidak perlu menunggu lama,” ujarnya.

Kedua, ia berharap layanan Kesehatan Nuklir di RSUS dapat dikerjasamakan, mengingat saat ini belum ada layanan serupa di Sumbagsel yang bekerja sama dengan BPJS, sehingga pasien harus dirujuk hingga ke Bandung.

*Tanggapan atas Transisi iDRG dan Kompetensi*
Dalam kedua kunjungan, isu transisi ke tarif iDRG menjadi bahasan utama. Dirut RSUD AM dr. Imam Ghozali berharap iDRG dapat mengakomodir perkembangan keilmuan modern yang sebelumnya tidak diatur dalam INA-CBG’s.

Menanggapi hal ini, Anggota Dewas BPJS Kesehatan, Siruaya Utamawan, menegaskan posisi BPJS Kesehatan. “BPJS akan membayarkan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sudah benar RS mendorong Kemenkes mengeluarkan regulasi yang sesuai. Jika keilmuan sudah diakui internasional tapi di Indonesia belum ada regulasi, kalau BPJS membayarkan, nanti kita yang salah,” tegasnya.

Sementara itu, Nikodemus Purba dari DJSN menjelaskan bahwa iDRG merupakan sistem yang dikembangkan di Indonesia untuk menggantikan INA-CBG’s yang lisensinya harus dibayar ke Malaysia. “Per 1 Oktober 2025 (bulan ini) mulai dicoba untuk seluruh RS, minimal 6 bulan. Ini harus penuh kehati-hatian,” katanya di RSUS. ( red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *